I.
PENGERTIAN
HUKUM
adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keadilan, mencegah terjadinya kekacauan
·
Pengertian Menurut
Beberapa Ahli
o Aristoteles; Mengatakan bahwa hukum hanyalah sebagai kumpulan peraturan
yang tidak hanya mengikat tetapi juga hakim bagi masyarakat. Dimana
undang-undanglah yang mengawasi hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk
menghukum orang-orang yang bersalah atau para pelanggar hukum.
o Plato; Hukum adalah seperangkat peraturan-peraturan yang
tersusun dengan baik dan teratur dan bersifat mengikat hakim dan masyarakat
o Achmad Ali; Hukum merupakan seperangkat norma mengenai apa yang benar
dan salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah, baik yang
tertuang dalam aturan tertulis maupun yang tidak, terikat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat secara menyeluruh, dan dengan ancaman sanksi bagi
pelanggar aturan norma itu.
o S.M. Amin; Hukum adalah sekumpulan peraturan yang terdiri dari norma
dan sanksi-sanksi. Tujuannya ialah mengadakan ketertiban dalam pergaulan
manusia dalam suatu masyarakat, sehingga ketertiban dan keamanan terjaga dan
terpelihara.
o J.C.T. Simorangkir; Hukum merupakan segala peraturan yang sifatnya memaksa dan
menentukan segala tingkah laku manusia dalam masyarakat dan dibuat oleh suatu
lembaga yang berwenang.
o Borst; Hukum merupakan keseluruhan peraturan bagi perbuatan
manusia di dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana pelaksanaannya bisa dipaksakan
dengan tujuan mendapatkan keadilan.
o Immanuel Kant; Hukum adalah segala keseluruhan syarat dimana
seseorang memiliki kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri
dengan kehendak bebas dari orang lain dan menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan.
o Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja; Hukum adalah keseluruhan kaidah serta semua asas yang
mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan untuk memelihara
ketertiban serta meliputi berbagai lembaga dan proses guna mewujudkan
berlakunya kaidah sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat.
o Sunaryati Hatono; Menurutnya hukum tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang
dalam suatu masyarakat, tetapi jika menyangkut dan mengatur berbagai kegiatan
manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya, dengan kata lain hukum ialah
mengatur berbagai kegiatan manusia di dalam kehidupan bermasyarakat.
o Mr. E.M. Meyers; Menurutnya hukum ialah aturan-aturan yang didalamnya
mengandung pertimbangan kesusilaan. Hukum ditujukan kepada tingkah laku manusia
dalam sebuah masyarakat dan menjadi acuan atau pedoman bagi para penguasa
negara dalam melakukan tugasnya.
o Prof. Dr. Van Kan; Menyatakan bahwa hukum merupakan keseluruhan peraturan
hidup yang sifatnya memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam
masyarakat suatu Negara.
o Drs. E. Utrecht, S.H.; Menyatakan bahwa
hukum adalah suatu himpunan peraturan yang didalamnya berisi tentang perintah
dan larangan, yang mengatur tata tertib kehidupan dalam bermasyarakat dan harus
ditaati oleh setiap individu dalam masyarakat karena pelanggaran terhadap
pedoman hidup itu bisa menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah suatu negara
atau lembaga.
o Leon Duguit; Mengungkapkan bahwa hukum ialah seperangkat aturan tingkah
laku para anggota masyarakat, dimana aturan tersebut harus diindahkan oleh
setiap masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan apabila
dilanggar akan menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan
pelanggaran hukum tersebut.
o Ridwan Halim; Hukum ialah segala peraturan tertulis ataupun tidak
tertulis, yang pada intinya segala peraturan tersebut berlaku dan diakui
sebagai peraturan yang harus dipatuhi dan ditaati dalam hidup bermasyarakat.
o Soerso; Hukum adalah sebuah himpunan peraturan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata tertib kehidupan
bermasyarakat yang memiliki ciri perintah dan larangan yang sifatnya memaksa
dengan menjatuhkan sanksi-sanksi hukuman bagi pelanggarnya
o Tullius Cicerco; Hukum ialah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam pada
diri setiap manusia untuk menetapkan segala sesuatu yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan
o M.H. Tirtaatmidjaja; Hukum adalah keseluruhan aturan atau norma yang harus
diikuti dalam berbagai tindakan dan tingkah laku dalam pergaulan hidup. Bagi
yang melanggar hukum akan dikenai sanksi, denda, kurungan, penjara atau sanksi
lainnya.
o Abdulkadir Muhammad; Hukum merupakan segala peraturan baik tertulis maupun tidak
tertulis yang memiliki sanksi tegas terhadap pelanggarannya.
o Abdul Wahab Khalaf; Menyatakan bahwa hukum merupakan tuntutan Allah berkaitan
dengan perbuatan orang yang telah dewasa menyangkut perintah, larangan dan kebolehannya
untuk melaksanakan atau meninggalkannya.
o Karl Max; Hukum merupakan suatu cerminan dari hubungan hukum ekonomis
suatu masyarakat dalam suatu tahap perkembangan tertentu.
II.
PENGERTIAN PRANATA DALAM
KONSEP PEMBANGUNAN
2.1. Pembangunan dan
Masalah Kepranataan di Bidang Arsitektur
Pembangunan dalam berbagai literature diartikan
sebagai suatu proses perubahan (“change”), paradigma perkembangan yang terjadi
sejalan dengan perubahan peradaban hidup manusia. Beragam cara pandang yang
terjadi, atas pendekatan sektor kegiatan, atas pendekatan struktural, atas
pendekatan sumberdaya, dan lain sebagainya. Yang dalam inti pemikirannya adalah
bahwa perubahan tersebut merupakan upaya manusia untuk meningkatkan kualitas
hidupnya dimuka bumi ini. Negara Sedang Berkembang (NSB) Negara yang sedang menjalani
proses perubahan dan memiliki pendapatan yang rendah, sering diteliti dan
dipelajari oleh para pengamat dan pemikir untuk mencari pemecahan dan
alternatif jalan keluar agar menjadi sejahtera dan berpendapatan tinggi.
Ada beberapa paradigma pembangunan yang terjadi,
pembangunan diartikan kembali pun memiliki cara pandang dan cakrawala yang
sangat luas. Perkembangan cara pandang pun didasarkan pada sudut pandang yang
berbeda-beda pula. Dan terminologi pembangunan (development) diartikan sangat
beragam dan multi dimensi. (1) Paradigma tingkat kemajuan relative, (2)
paradigma hambatan-hambatan dalam pembangunan, (3) paradigma investasi
besar-besaran, (4) paradigma ketergantungan, (5) paradigma kebutuhan pokok, dan
(6) paradigma ketidakmampuan administrasi, adalah beberapa cara pandang melihat
satu proses pembangunan suatu bangsa.
Paradigma ketidakmampuan administrasi adalah
carapandang adanya kelemahan dan/atau ketidakmampuan administrasi sehingga
masyarakat tidak mampu menentukan masa depannya, tidak adanya kesesuaian antara
harapan dan tujuan akhir karena masalah tersebut.Ketidakmampuan tersebut karena
lemahnya pengelolaan program/proyek yang dapat menyebabkan perubahan adalah
gagal. Upaya yang harus ditempuh adalah (a) ada peningkatan kemampuan untuk
melakukan perubahan, (b) penekanan pada aspek pemerataan, dan (c) ada
kesinambungan serta sifat saling ketergantungan. Makna yang terkandung adalah
untuk mencapai keadaan yang diharapkan dibutuhkan pengelolaan program/proyek
yang dapat menyebabkan perubahan yang berarti bagi masyarakatnya.
Ekspresi ketidakmampuan administrasi dalam
bidang arsitektur sering terjadi pada proyek pengadaan barang dan jasa.
Perubahan kebijakan yang mengatur terus berubah sejalan dengan perkembangan
budaya masyarakat yang bersangkutan. Indonesia juga mengalami hal yang sama.
Hal ini dapat kita lihat pada peraturan dan/atau undang-undang yang mengatur
persoalan pengadaan barang dan jasa. Keppres 16 tahun 1994 diganti dengan
keppres 18 tahun 2000, kemudian diganti dengan keppres 80 tahun 2003 dan
direview oleh keppres 61 tahun 2004 semua itu mengatur tentang tata cara
pengadaan barang dan jasa yang pembiayaannnya dari pemerintah. Masing-masing
peraturan/keputusan memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga maksud dan
tujuan serta sasaran yang akan diwujudkan disesuaikan dengan permasalahan pada
waktu peraturan tersebut ditetapkan.
Kenyataan di lapangan aplikasi dari peraturan
dan/atau keputusan dari pemerintah sering berbeda, mengalami bias, mengalami
distorsi, mengalami salah peruntukan, mengalami salah penerapan, berpihak pada
kelompok tertentu. Keppres no. 80 tahun 2003 dalam satu tahun difungsikan,
muncul persoalan yang sangat kompleks. Kompetisi sebagai salah satu tujuan
tidak terwujud, yang ada adalah arisan/giliran mendapatkan program/proyek.
Peraturan tidak difahami secara utuh, melainkan untuk melegalkan untuk kondisi
yang direncanakan. Pendekatan yang dipakai terlalu protektif (melindungi diri
sendiri) dan tidak memberdayakan institusi. Pengawasan/penegakan hokum tidak berjalan
dengan baik. Akibatnya pemerintah mendapatkan harga yang lebih mahal dari harga
pasar.
Fenomena permasalahan kepranataan sangat
beragam, dari proyek yang diarahkan ke pihak kontraktor (proyek revitalisasi
alun-alun lor Surakarta, Suara Merdeka, 1996), proyek yang menyalahi prosedur
(proyek penormalan sungai Tanjung dan Sinung, Suara Merdeka, 1996), dan proyek
sistem tunjuk ( di Yogyakarta banyak proyek sistem tunjuk, Suara Merdeka,
1996), praktek KKN masih sering terjadi (Inkindo, kompas, januari 2002),
masalah modal dan alat tidak mencukupi sehingga tidak bias ikut tender
(kontraktor Kaltim tidak bisa ikut tender, kompas, januari 2002). Masih banyak
lagi bias, penyimpangan, dan penyalahgunaan hasil pengambilan keputusan public,
penyebab maupun akibat yang terjadi erat kaitannya dengan proses pembentukan
peraturan itu sendiri. Antara yang menyusun peraturan dan yang menjalankan
kurang memahami secara keseluruhan, masih ada kepentingan individu/kelompok
lebih dikedepankan daripada kepentingan yang lebih luas. Kelemahan struktur isi
dan bahasa dapat dijadikan awal penyimpangan, karena persepsi dan pengetahuan,
serta ketrampilan yang berbeda antara masing-masing pihak.
Bidang lain yang sangat terkait adalah (1)
pembangunan perumahan dan permukiman dan (2) pembangunan kota. Dua kegiatan
pembangunan bidang arsitektur tersebut juga berbeda pada cara pandangnya dalam
proses kegiatan pembangunan, masing-masing memiliki pendekatan yang khusus
sesuai konteks yang ada. Pembangunan perumahan dan permukiman sebagai misal,
bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan upaya pemenuhan kebutuhan
pokok (basic needs), bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia,
dan ini akan memberi wacana kepada permasalahan kepranataan pembangunan yang
terjadi.
Masalah pembangunan adalah masalah perubahan,
perubahan yang sangat kompleks. Satu pendekatan dan/atau cara untuk memahami
permasalahan pembangunan (perubahan) adalah dengan berfikir sistemik. Sistem
adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya, sedangkan struktur
merupakan unsur dan keterkaitan antar unsur. Pemahaman sintesa atau membangun
struktur adalah hasil akhir proses pembelajaran pada tingkat sarjana.
Fenomena/gejala dapat dipelajari melalui contoh-contoh yang ada di lapangan dan
dengan cara menyusun gejala tersebut akan diperoleh kemampuan berfikir logic
dan sistemik melalui metoda kritis.
2.2. Pendekatan Sistem dalam Pranata
Pembangunan
Terminologi sistem digunakan dalam berbagai cara
yang sangat luas sehingga untuk mendefinisikannya dalam suatu pernyataan yang
merangkum semua penggunaannya dan cukup ringkas untuk memenuhi maksudnya adalah
sulit. Gordon (1989) mendefinisikan sistem sebagai suatu agregasi atau kumpulan
objek-objek yang terangkat dalam interaksi dan kesalingtergantungan yang
teratur. Robert dan Michael (1991) menyatakan sistem sebagai suatu kumpulan
dari elemen-elemen yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan, dalam
interaksi yang kuat maupun lemah dengan pembatas sistem yang jelas. Murdick
(1995) menyatakan bahwa sistem sebagai kumpulan elemen-elemen yang berada dalam
keadaan yang saling berhubungan untuk suatu tujuan yang sama.
Dari beberapa pengertian tersebut dengan
ditambahkan satu pemahaman paradigma pembangunan berbasis pada ketidakmampuan
administrasi, maka dapat dijabarkan bahwa pranata pembangunan sebagai suatu
sistem adalah sekumpulan aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik,
perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak
terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki
batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan. Ketidakmampuan administrasi
ini diukur adanya penyimpangan tata cara dan rendahnya kualitas produk yang
dihasilkan dengan penggunaan biaya yang diatas harga pasar.
Lebih jauh bahwa sistem adalah gejala/fenomena
yang telah diketahui strukturnya. Struktur disini mengandung arti unsur-unsur
yang terlibat dan hubungan keterkaitan yang terjadi antar unsur tersebut.
Sedikit pihak yang terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana (simple
system), sedangkan bila pihak yang terlibat semakin banyak maka disebut sistem
kompleks (complex system). Kategori sistem ini dapat ditunjukan melalui
karakternya, sistem sederhana memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak
terlibat sedikit dan interaksinya jelas
2) Atribut dan aturan telah diatur oleh aturan
tertentu
3) Sistem berfungsi terkendali oleh waktu
(memiliki durasi waktu yang jelas)
4) Sub sistem tidak diturunkan dari tujuannya
(goals)
5) Perilaku sistem dapat diprediksi
Sedangkan untuk sistem yang komplek memiliki
karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak dan
interkasi tidak jelas (tumpang tindih)
2) Atribut dan aturan diatur atas kesepakatan
kontrak
3) Sistem berfungsi tidak terkendali oleh waktu
4) Sub sistem diturunkan dari bagian-bagian
tertentu
5) Perilaku sistem tidak dapat diprediksi
Suatu sistem dapat merupakan suatu kombinasi
antara sistem sederhana dan sistem kompleks. Adopsi peran/pelaku yang terlibat
atau partisipan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori adalah tunggal
(unitary), jamak (pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem dapat
dipahami tipe dan jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat
didalamnya. Secara matriks dapat dikelompokan tipe sistem yang didasarkan atas
permasalahannya sebagai berikut
Atas dasar penggolongan tipe ideal suatu sistem
dalam konteks permasalahannya maka pranata pembangunan sebagai suatu sistem
yang terjadi di lingkungan bidang arsitektur dapat disebut pada tipe
“simple-pluralist”. Simple karena unsur utama terkait ada tiga, yaitu : pemilik
(owner), perancang/pengawas (designer/supervise), dan pelaksana (contractor)
dan jumlah sedikit. Pihak atau partisipan adalah jamak, karena memiliki
karakter berbeda dan bentuk organisasi berbeda pula. Ada kultur berbeda pula
pada masing-masing peran, pemilik memiliki atribut yang spesifik, perancang
memiliki atribut yang khusus pula, dan kontraktor juga memiliki atribut
berbeda. Masing-masing berbeda dan berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki
latar belakang berbeda maka dapat dikatakan jamak. Cara untuk memahami kelompok
kumpulan ini ada dua yaitu : “social system design” dan strategic assumption
surfacing and testing”.
Pemahaman sistem yang paling sederhana adalah
diawali dengan konsep umpan balik (feed back) yang menunjukan bagaimana
tindakan dapat memperkuat atau menyeimbangkan. Umpan balik penguatan merupakan
mesin pertumbuhan, umpan balik keseimbangan (stabilitas) berorientasi pada
tujuan. Tujuan sendiri menjadi target yang eksplisit dan implicit. Umpan balik
ini dapat ditunjukan melalui satu criteria yang sifatnya mengevaluasi dan
mengkoreksi dari produk yang telah diaplikasikan.
Dalam wacana kebijakan publik yang dituangkan
dalam bentuk keputusan/peraturan/undang-undang dapat direview dengan pendekatan
kriteria hukum pareto untuk suatu pengelolaan barang publik. Kriteria
efisiensi, kriteria pembagian proporsional, criteria keamanan pareto, criteria
kesejahteraan social maksimum, criteria nilai maksimum produk sosial, adalah
tolak ukur yang dapat dipergunakan untuk suatu produk hasil kebijakan public
yang dikeluarkan oleh institusi publik.
Pranata adalah interaksi antar
individu/kelompok/kumpulan, pengertian individu dalam satu kelompok dan
pengetian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda. F Durkheim
seorang sosiolog membagi dua pengertian antara individu dalam kelompok dan
individu dalam perkumpulan, dan P Sorokin sosiolog amerika membedakan hubungan
kekeluargaan antar individu tersebut dan hubungan kontraktual yang mendasari
hubungan perkumpulan. Dasar organisasi individu dalam kelompok adalah
adat-istiadat, sedangkan dasar organisasi individu dalam perkumpulan adalah
organisasi buatan. Hubungan yang terjadi dalam satu kelompok didasarkan
perorangan, sedangkan dalam kumpulan kelompok adalah berazasguna/anonym sangat
tergantung dengan tujuan akhir yang sering dinyatakan dalam kontrak. Kontrak adalah sebagai parameter
hubungan yang terjadi dalam proses kegiatan pembangunan. Hubungan antara
pemilik dengan perancang, hubungan antara pemilik dengan pelaksana. Kontrak
menunjukan hubungan yang bersifat independent dan terarah atas tanggungjawab
dari tugas dan fungsinya.
Pembangunan adalah perubahan individu/kelompok
dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup. Artinya adalah bahwa
pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar
individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan.
Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak, dan bukan hubungan sosial. Analog
dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar
pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk
memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan
untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang publik (hokum
pareto)
Dari beberapa penjelasan diatas bahwa pranata
pembangunan di bidang arsitektur (gedung/bangunan) dapat dipahami merupakan
suatu sistem. Pihak-pihak terlibat adalah pemilik, perancang, pengawas, dan
pelaksana. Tipe dan karakternya termasuk dalam kategori sistem sederhana yang
jamak (simple-pluralist). Sistem SP ini harus memiliki umpan balik atas dasar
aturan dan atau kesepakatan yang berlaku, dan output yang dihasilkan dapat
diukur melalui kriteria barang publik (bila gedung/bangunan tersebut milik
Negara). Keterkaitan antar pihak-pihak yang terkait merupakan hubungan
kontraktual yang diatur dalam suatu bentuk perjanjian.
Selain kontrak, sebagai suatu instrument
mekanisme penyelenggaraan ada beberapa instrument lain seperti pelelangan
(tender), K3 (keamanan, ketertiban, dan keselamatan), perijinan pembangunan,
dan etika. Secara skematik keterkaitan antar pihak dalam penyelenggaraan
kontruksi dan proses kegiatannya dapat digambarkan sebagai berikut :
2.3. Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur
(Gedung/Bangunan)
Pranata yang telah disahkan menjadi produk hukum
dan merupakan satu kebijakan publik. Kebijakan public itu sendiri merupakan
pola keterganungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolekstif yang saling
tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak,
yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan. Salah satu elemen kebijakan
adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang
memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait
(stakeholder) yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan
merupakan kesatuan perangkat hokum antara peraturan yang satu dengan peraturan
lainnya memiliki hubungan keterikatan.
Berdasarkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, maka hiraki dari peraturan di
Indonesia adalah :
1. Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR)
3. Undang-Undang (UU)
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu)
5. Peraturan Pemerintah (PP)
6. Keputusan Presiden (Keppres)
7. Peraturan Daerah (Perda)
Elemen pelaksana lainnya dari Keputusan Presiden
adalah Peraturan/Keputusan Menteri sebagai arahan bagi pelaksanaan kewenangan
bidang pemerintahan tertentu yang kedudukannya secara hirarki langsung dibawah
Keputusan Presiden. Peraturan Daerah hendaknya juga mengacu kepada
Peraturan/Keputusan Menteri sehingga arah pembangunan di daerah-daerah dapat
berlangsung secara terintegrasi.
Keppres no. 16 tahun 1994, Keppres no. 18 tahun
2000, dan Keppres no. 80 tahun 2003 adalah Keputusan Presiden yang mengatur
tentang tata cara pengadaan barang dan jasa dengan pembiayaan dari pemerintah.
Keppres tersebut merupakan peraturan operasional yang mengacu pada peraturan
yang diatasnya. Masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda, Keppres no.
80 tahun 2003 lebih dominant pada persoalan keuangan Negara.
Ada 5 (lima) tahapan untuk memahami proses
kebijakan publik itu agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, adalah (1)
tahap agenda permasalahan, (2) tahap formulasi kebijakan, (3) tahap adopsi, (4)
tahap implementasi, dan (5) tahap evaluasi. Kenyataan yang terjadi antara
kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan diharapkan terdapat
penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat inkonsistensi.
Kenapa terjadi kesenjangan ? kesenjangan
dan/atau penyimpangan, atau bahkan penyalahgunaan kebijakan. Untuk memahami
bias/distorsi tersebut dapat digunakan beberapa pendekatan untuk mengetahuinya,
pendekatan itu oleh Simon (1960) digambarkan dalam model empat tahap, yaitu :
intelegence, design, choice, and implementation. Dibutuhkan metoda pengambilan
keputusan yang tepat untuk mengatasi akar masalah yang terjadi. Dengan
pengambilan keputusan yang tepat dapat meminimalkan penyimpangan tersebut.
Ada beberapa metoda untuk mengatasi upaya
tersebut, adalah metoda pareto optimasi, metoda alternatif optimal, metoda
bargaining nash, dan metoda additif utility. Pareto optimasi dan alternatif
optimal lebih menekankan pada aspek maksimal sumber daya, sedangkan bargaining
nash dan addity utility lebih menekankan pada aspek kegiatan tawar-menawar dan
solusi kebaikan bagi semua pihak. Dalam tataran operasional pun terdapat
beberapa pendekatan pengambilan keputusan dengan beberapa metoda. Metoda
tersebut adalah :
a. Metoda tawar-menawar incremental, merupakan
model yang paling mendasar dalam satu organisasi, yaitu pengambilan keputusan
melalui proses tawar-menawar,
b. Metoda mixed-scanning, metoda ini menawarkan
kompromi antara keputusan rasional dan incremental, kompromi ini lebih bersifat
pada strategi jangka pendek dan jangka panjang,
c. Metoda agregatif, teknik metoda Delphi dan
teknik pengambilan keputusan lainnya,
d. Metoda keranjang sampah (the-garbage-can),
metoda ini lebih melihat pada apa yang terjasi sesuai dengan kenyataan,
karakter yang ditampilkan, isu yang bermacam-macam, dan masalah yang muncul.
Penyelenggaraan bangunan adalah kegiatan
pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,
serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Bangunan gedung itu
akan berfungsi dengan baik dan sesuai dengan pemanfaatan dan lingkungan dimana
bangunan itu berdiri, maka dibutuhkan satu proses perencanaan tekenis dan
pelaksanaan kontruksi yang teliti dan sesuai standarisasi yang berlaku.
Perencanaan yang baik dalam merancang suatu bangunan akan menghasilkan
bangunan-bangunan yang baik pula dan berfungsi dengan baik. Kegiatan proses
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi biasanya dilakukan oleh seorang
arsitek tim. Danisworo (1993) menjelaskan arsitektur (karya disain arsitek) adalah
kompenen pembentuk utama dari lingungan budaya/lingkungan binaan dimana
lingkungan ini adalah bagian dari lingkungan hidup.
Sehingga peranserta/tanggung jawab arsitek
sebagai perancang dari komponen utama ini sangat besar. Daya imajinasi,
inovasi, dan kreatifitas sangat mempengaruhi kualitas dari lingkungan binaan
yang terbentuk. Arsitek memiliki tanggungjawab yang besar terutama apabila
diakitkan dengan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh lingkungan tersebut
kepada tatanan hidup dari masyarakat penghuni.
Beberapa syarat penyelenggaraan bangunan gedung
yang tentunya harus dipahami dan diaplikasikan pada proses perencanaan fisik
bangunan. Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam persyaratan
teknik bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan
bangunan (UU RI no. 28 tahun 2002 pasal 7 ayat 3). Persyaratan arsitektur
bangunan gedung adalah salah satu dari tiga persyaratan tata bangunan yang
dimaksud dalam pasal 7 ayat 3 ini (dua syarat lainnya adalah peruntukan dan intensitas
bangunan gedung dan pengendalian dampak lingkungan). Persyaratan arsitektur
bangunan gedung mencakup 3 syarat, yaitu (1) penampilan bangunan gedung, (2)
tata ruang dalam bangunan, dan (3) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
bangunan gedung dengan lingkungannya.
Bangunan gedung memiliki undang-undang, UU nomor
28 tahun 2002 tentang bangunan gedung yang mengatur segala hal tentang bangunan
gedung dan persyaratan yang harus diperhatikan. Artinya peraturan tentang
kepranataan untuk kegiatan konstruksi harus mengacu dari undang-undang
tersebut. Ada paying hokum atas keputusan presiden berkitan tentang tata cara
pengadaan barang dan jasa milik pemerintah, dan bagaimana dengan milik swasta?.
Apakah umumnya milik swasta tertutup ? Bila terjadi penyimpangan, bias, dan
penyalahgunaan aturan yang mengatur sistem pengadaan barang dan jasa maka
tujuan undang-undang dan/atau peraturan tersebut tidak terpenuhi. Artinya bahwa
kebijakan public masih berpihak, berpihak kepada yang memberi manfaat atau keuntungan
tertentu.
III.
PENGERTIAN HUKUM PRANATA
PEMBANGUNAN
Hukum adalah :
(1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah
(2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat
(3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu
(4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan), vonis.
Pranata ialah interaksi antar individu atau
kelompok atau kumpulan. Pengertian individu dalam satu kelompok dan pengertian
individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda menurut F.
Durkheim, yaitu, dasar organisasi individu dalam kelompok adalah adat-istiadat,
sedangkan dasar organisasi individu dalam perkumpulan adalah organisasi buatan.
Hubungan yang terjadi dalam satu kelompok didasarkan perorangan, sedangkan
dalam kumpulan kelompok adalah berazasguna sangat tergantung dengan tujuan
akhir yang sering dinyatakan dalam kontrak. Kontrak adalah sebagai parameter
hubungan yang terjadi dalam proses kegiatan pembangunan. Hubungan antara
pemilik dengan perancang, hubungan antara pemilik dengan pelaksana. Kontrak
menunjukan hubungan yang bersifat independent dan terarah atas tanggungjawab
dari tugas dan fungsinya.
Pembangunan ialah suatu
proses perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan
kesejahteraan hidup, yang juga sebagai pradigma perkembangan yang terjadi
dengan berjalannya perubahan peradaban hidup manusia untuk meningkatkan
kualitas hidupnya.Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah
manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem
yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang
rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara
pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan, perubahan strukutr,
ketergantungan, pendekatan sistem, dan penguasaan teknologi.
Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengikat yang mengatur tentang
interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan
kesejahteraan hidup.
Sedangkan dalam dunia arsitektur khususnya Hukum Pranata
Pembangunan lebih memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan hidup yang
berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan binaan.
Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu
yang terkait seperti adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor
(pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan
untuk memenuhi kebutuhan bermukim.
Struktur Hukum Pranata di Indonesia
Legislatif
(MPR-DPR), pembuat produk hokum
Eksekutif
(Presiden-pemerintahan), pelaksanaan perundang-undangan yang dibantu oleh
kepolisian (POLRI) selalu institusi yang berwenang melakukan penyidikan; Jaksa
yang melakukan penuntutan
Yudikatif (MA-MK)
sebagai lembaga penegak keadilan, Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi
Konstitusi (MK mengadili perkara peraturan perundang-undangan, Lawyer, pihak
yang mewakili klien untuk berperkara di pengadilan, dsb)
sumber :